Maybe, It’s You

url
Sumber Gambar

Dinda melakukan aktivitas selepas shalat Isya seperti biasanya, yaitu menyalakan laptop putihnya dan ber-facebook ria. Begitulah nasib seorang anak kost seperti Dinda. Ia kerap kali merasa kesepian jika sudah berada di kamarnya. Setidaknya, facebook dapat mengurangi kesendiriannya. Terlebih lagi ketika Dinda melihat bilangan 114 di sudut kanan bawah layarnya yang menunjukkan banyaknya teman facebook Dinda yang sedang online malam itu.

“Eh, ada satu friend request,” Dinda penasaran siapa yang kali itu ingin berteman dengannya. Ternyata seorang pria. Dari foto profilnya, tampang pria itu tampak biasa saja. Tetapi tetap saja ia penasaran dengan calon teman barunya itu. Akhirnya Dinda membuka timeline pria yang bernama lengkap Muhammad Fatah itu. Fatah berusia 4 tahun lebih tua dari Dinda yang kini berusia 23 tahun, tinggal di Bandung, masih bujangan, dan bekerja di… “Hah? Ternyata ini rekan kerja gue di kantor? Fatah yang mana, ya?” Bola mata Dinda bergerak-gerak sambil sesekali berkedip, berusaha mengingat orang-orang kantor yang ia kenal. Namun usahanya gagal. Tak satu pun rekan kerja yang ia kenal yang bernama Fatah.

Mata Dinda kembali tertuju pada timeline Fatah. Setelah dilihat-lihat, sepertinya Fatah orang baik. Tidak enak juga kalau Dinda sampai tidak mengkonfirmasi pertemanan dari rekan kerjanya sendiri. Akhirnya, Dinda menerima Fatah sebagai teman ke-1768 di facebooknya. Selang 36 detik, Fatah menyapa Dinda lewat facebook chat. Ini adalah kesempatan Dinda untuk mengetahui identitas Fatah.

Fatah : Assalamualaikum.. 🙂

Dinda : Waalaikumussalam..  Maaf, ini Mas Fatah yang mana, ya? Apa kita pernah ketemu di kantor?

Fatah : Saya bekerja di bagian keamanan kantor.

Dinda : Security, maksudnya?

Fatah : Lebih tepatnya, bos-nya para security perusahaan. Hehehe.. 😀

Dinda : Ooh..

Fatah : Mbak Dinda, besok ada rapat pertemuan dengan pemimpin perusahaan ternama dari Jepang, ya?

Dinda : Aduh, jangan panggil “Mbak” dong, Mas.. 😦

Dinda : Kesannya saya tua amat.. 😦

Dinda : Saya kan lebih muda dari Mas Fatah.

Dinda : Panggilnya “Dinda” aja.

Fatah : Oh, oke deh, Dinda. 😀

Dinda : Sip. Oh, iya. Kok Mas bisa tau kalo besok ada rapat itu?

Fatah : Kan saya juga diundang hadir.

Fatah : Diminta Pak Direktur untuk jaga keamanan saat rapat berlangsung.

Dinda : Wah, nanti kita bisa ketemu, dong!

Fatah : Iya, sekalian siapin juga kertas sama pulpennya, Din.

Dinda : Kertas sama pulpen? Buat apa?

Fatah : Kali aja mau minta tanda tangan saya. Hehehe.. 😀

Dinda : Apaan, sih.. (_ _”)

Fatah : Btw, makasih ya, Dinda, udah diconfirm.

Fatah : Sampe ketemu besok, ya. Saya istirahat duluan. Udah malem.

Dinda : Oh, oke!

Fatah : Assalamualaikum..

Dinda : Waalaikumussalam.

Seru juga orangnya, pikir Dinda. Ia jadi semakin penasaran siapa Fatah itu. Seperti apa paras wajahnya.

Keesokan harinya, Dinda bangun lebih awal, bahkan sebelum adzan Subuh berkumandang pun ia sudah selesai mandi dan sudah duduk manis di atas sajadah dengan mukena putih yang baru ia cuci dua hari yang lalu. Setelah shalat subuh, Dinda menyiapkan sarapan alakadarnya. Roti bakar dan segelas susu coklat dirasa cukup untuknya. Sambil menyantap makanannya, Dinda mengaktifkan ponselnya dan langsung membuka facebook miliknya. 5 notifikasi dan 3 friend request sama sekali tak dihiraukannya. Ia justru tertarik pada percakapannya dengan Fatah semalam. Entah apa yang membuatnya begitu penasaran sampai berkali-kali melihat info tentang Fatah di timelinenya.

Dinda berangkat ke kantor dengan menggunakan Jazz putih kesayangannya. Beruntung ia berasal dari keluarga yang kaya raya. Sebenarnya ia mampu membeli rumah untuk tempat tinggalnya. Namun, ia ingin mencoba merasakan apa yang dirasakan teman-teman lainnya. Tinggal di kamar kost ternyata tidak seburuk yang ia kira. Cukup menyenangkan.

Sesampainya di kantor, Dinda celingak-celinguk seperti mencari seseorang. Terkadang ia menghentikan langkahnya sekedar untuk mengamati sekitarnya. Ia terus begitu sampai tiba di depan pintu ruang rapat. Ia menghela napas panjang, lelah karena tak menemukan orang yang wajahnya seperti yang ada di foto profil Fatah. Ya, sedari tadi ia sibuk mencari Fatah. Ia kira pihak keamanan pasti akan datang lebih awal. Sayang, perkiraan Dinda salah. Tadinya kalau Dinda datang lebih awal, ia bisa bertemu dengan bos security itu sebelum rapat. Tau begini, mendingan aku tiduran dulu di kamar. Huuuuh.. Dinda mengeluh dalam hati sambil memasuki ruang rapat.

Sudah ada tiga orang yang duduk di ruang rapat. Dengan kata lain, Dinda adalah orang keempat yang tiba di sana. Ini prestasi yang luar biasa untuknya karena biasanya ia datang setelah rapat dimulai alias terlambat. Dinda duduk di kursi dengan perasaan kecewa. Sambil menunggu rapat dimulai, Dinda kembali membuka facebook di ponselnya. Ada 1 message yang belum Dinda baca.

Fatah : Assalamualaikum! Ciee.. yang dateng pagi.. Tumben, biasanya telat. Hahaha.. 😀

Deg! Dinda menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Ia mengira Fatah ada di sekitarnya. Ia berhenti mencari setelah memikirkan kemungkinan lain. Ya, mungkin saja Fatah melihatnya saat baru tiba di kantor tadi. Pasti. Tapi, sebentar, ada yang aneh dengan sindiran Fatah. Bagaimana ia bisa tahu kalau Dinda sering datang terlambat? Mungkinkah sesungguhnya Fatah sudah lama mengamati gerak-gerik Dinda di kantor? Sudah berapa lama?

Dinda : Iya, nih. Rapat kali ini ga boleh telat. Jadi saya dateng lebih awal.

Fatah : Bukan karena mau ketemu saya, kan? 😀

Dinda : Ya nggak, lah…

Wajah Dinda mendadak hangat karena ia merasa apa yang dituduhkan Fatah padanya adalah benar. Namun, walaubagamanapun ia harus mempertahankan harga diri di hadapan Fatah. Penasaran bukan berarti tertarik, kan? Jadi wajar saja kalau Dinda ingin segera bertemu dengan Fatah yang menurutnya masih sesosok misterius.

Fatah : Hehehe.. Sori, bercanda. 🙂

Dinda : Gapapa. Oiya, ko Mas belum dateng ke ruang rapat?

Fatah : Saya sedang di depan hotel tempat pemilik perusahaan Jepang itu menginap. Saya ditugaskan untuk mengawal beliau ke kantor.

Fatah : Eh, udah dulu, ya. Orangnya udah muncul. Kami segera ke sana.

Dinda : Oke. Hati-hati, ya!

Fatah : Siip.

Setelah mengungkapkan kepeduliaannya, Dinda sadar bahwa sepertinya ia terlalu berlebihan mengucapkan kata “hati-hati” pada orang yang belum ia temui sama sekali. Tak biasanya ia memperlakukan orang, terlebih pria, yang baru ia kenal di facebook dengan sikap yang lembut. Ini memalukan. Dinda merasa kalah dalam mempertahankan harga dirinya. Namun, tak ada yang bisa ia lakukan. Kata-kata itu sudah meluncur lancar dan sudah pasti dibaca oleh Fatah. Perasaan apa ini? Dinda merasa menyesal, namun juga senang melakukan itu. Ya, Allah.. Siapakah Fatah sebenarnya.. Apakah rasa penasaran ini wajar? Mungkinkah ini pertanda jodoh? Angan Dinda mulai melambung.

Lima belas menit kemudian, direktur perusahaan memasuki ruangan rapat, disusul oleh pria berwajah asing dan bermata sipit. Pasti itu adalah orang Jepang yang tadi dijemput oleh—

Mata Dinda terpaku melihat orang yang berjalan di belakang orang Jepang itu. Pria berpakaian rapi dengan tubuh tegap dan tinggi. Kulitnya cukup putih dan bersih untuk kalangan petugas keamanan. Ia berdiri di sudut ruangan sambil memperhatikan sekitar yang lama-lama justru terlihat seperti mencari seseorang. Matanya baru berhenti mencari setelah menangkap bayangan gadis berjilbab biru yang juga sedang memandangnya. Seulas senyum manis terukir di bibirnya.

Dinda salah tingkah saat Fatah melihat ke arahnya. Wajahnya tiba-tiba menunduk, matanya bergerak ke kanan dan ke kiri, dan giginya menggigit bibir. Lama-lama Dinda menggerutu sendiri. Kenapa aku harus salah tingkah, sih?

Akhirnya ia pun memberanikan diri mengangkat kembali wajahnya. Sedikit demi sedikit mengarahkan matanya pada Fatah. Namun kali ini ia tak mendapati Fatah sedang memandanginya lagi. Dinda merasa lega dan mulai bisa fokus pada isi rapat.

Setelah rapat ditutup, Fatah tak juga menghampiri Dinda. Dinda paham, hal itu tidak mungkin terjadi karena Fatah harus mengawal orang Jepang itu kembali ke hotel. Fatah hanya tersenyum dan sedikit mengaggukkan kepalanya tanda ia pamit. Sungguh, pria itu terlihat begitu tampan di mata Dinda. Dengan mudahnya hati Dinda luluh hanya dengan menatap senyumannya. Tanpa disadari, Dinda pun membalas senyuman Fatah. Dinda menatap Fatah hingga punggungnya menjauh dan menghilang dari pandangannya.

Astaghfirullah! Dinda memejamkan matanya sambil menggeleng-gelengkan kepala, lalu menepuk-nepuk jidatnya dengan tangan kanan. Setelah menarik napas panjang, Dinda merenung sebentar. Ya, Allah.. Ada apa denganku.. Siapa dia? Kenapa dia membuatku seperti ini? Apakah ini pertanda jodoh? Atau..mungkin hanya godaan setan? Beri hamba petunjuk, Ya Rabb.. Ampuni hamba jika hamba salah..

Langit sore ini begitu indah. Dinda menatap langit senja dengan sepenuh hati sebelum memasuki mobil. Subhanaallah.. Dinda sungguh sangat menyukainya. Kebesaran Allah memang tiada tandingannya. Pemandangan seperti ini membuat rasa cinta pada Sang Pencipta bertambah-tambah.

Baru saja ia akan memasuki mobil, tiba-tiba ia mendengar namanya dipanggil.

“Dinda!!” Suara seorang pria yang begitu nyaman didengarnya. Entah mengapa walaupun matanya belum menemukan sumber suara, ia merasa senang namanya disebut. Ternyata Fatahlah sang sumber suara itu. Fatah melambaikan tangannya dari pos security dengan senyumannya yang…membuat wajah Dinda menghangat seketika.

Dinda tertarik untuk menghampiri Fatah sambil berpikir apa yang akan ia katakan pada pria itu, terlebih lagi di sana juga ada dua orang security bawahan Fatah yang sedari tadi terlihat sedang menggoda Fatah karena telah memanggilnya. Akhirnya Dinda pun menutup dan mengunci pintu mobilnya kembali dan menghampiri Fatah dengan jantung yang berdegup kencang.

“Udah mau pulang?” Fatah membuka percakapan dengan pertanyaan—yang menurut Dinda basi—namun kali ini terasa enak didengar.

“Iya. Kerjaan juga udah beres..” Dinda merasa jawabannya sangat garing. “Hmm.. Kan waktu ngantornya juga udah abis, udah sore juga..” Dinda merutuki dirinya sendiri. Jawaban apa ini? Dinda merasa tambahan jawabannya itu tidak perlu diucapkan. Ditambah lagi dengan sikapnya yang terlihat salah tingkah di hadapan Fatah. Dinda semakin merasa terlihat bodoh di hadapan Fatah. “Mas belum pulang?”

Fatah menanggapi segala ucapan Dinda dengan senyum yang selalu berhasil membuat Dinda meleleh dan beristighfar berkali-kali dalam hatinya. “Udah..”

“Udah? Udah pulang, maksudnya? Kok masih di sini?” Dinda heran dengan jawaban Fatah.

Fatah tertawa kecil melihat raut wajah Dinda yang kebingungan, lalu berkata, “Ya belum pulang, lah, Din… Saya kan masih di sini, berarti saya belum pulang..” Fatah melanjutkan tawa kecilnya.

“Tapi kok tadi bilangnya ‘udah’?”

“Saya cuma bercanda, Dinda.. Abisnya, kamu, udah tau saya masih di sini, masih nanya juga saya udah pulang apa belum. Haha..”

“Tadi juga Mas Fatah gitu! Udah tau saya mau pulang, masih nanya juga,” Dinda nggak mau kalah.

“Loh? Naik mobil kan belum tentu pulang. Siapa tau ke tempat lain. Iya, kan?” Fatah membela diri.

Dinda memainkan bola matanya, tanda ia sedang memikirkan sesuatu. Sedangkan para security bawahan Fatah sejak tadi seperti sedang menonton pertandingan bulu tangkis di pinggir lapangan. Mereka yang berada di tengah Fatah dan Dinda menggerakkan wajahnya ke kanan dan ke kiri, ke arah Fatah, lalu ke arah Dinda, balik lagi ke Fatah, dan kini mengarah ke Dinda, menunggu kata-kata selanjutnya yang akan meluncur dari mulut Dinda.

“Hmm.. Mas Fatah masih di sini juga kan belum tentu belum pulang. Siapa tau tadi sebenernya udah pulang, tapi balik lagi ke sini karena ada urusan. Iya, kan?”

Dua security itu mengarahkan wajahnya ke Fatah. Fatah tampak menahan tawa. Tawanya pecah setelah dua detik. Kedua bawahannya itu malah semakin menggoda Fatah dan Dinda. “Cieeeeee… Adeuuuuuuuhh…” Mereka pun tertawa bersama dan saling bercerita satu sama lain, seolah-olah sudah lama saling mengenal.

Dinda begitu menikmati sesi mengobrol ini, hingga tak terasa adzan maghrib pun berkumandang, menyadarkan mereka akan langit yang mulai gelap. Dinda tak jadi pulang tepat waktu. Ia harus shalat maghrib dulu di kantor, karena macetnya jalanan akan membuatnya tidak sempat melaksanakan shalat maghrib di kamar kost-nya.

“Mas, saya ke mushola dulu, ya. Setelah itu saya mau langsung pulang aja,” Dinda berpamitan.

“Oh, iya. Silakan. Sama, saya juga mau ke mushola. Tapi saya nggak akan pulang dulu, soalnya masih banyak tugas,” Fatah menanggapi.

“Siapa yang nanya?” Dinda membuat tawa mereka pecah kembali. Mereka pun bubar dengan menyisakan tawa kecil.

Selepas shalat maghrib, Dinda langsung menuju mobil dan mengendarainya menuju ke sebuah toko buku ternama di kota Bandung. Sepanjang jalan ia tersenyum bahagia, mengingat obrolannya dengan para security tadi. Tentu saja wajah yang paling diingatnya adalah wajah Fatah. Senyumnya semakin mengembang saat membayangkan Fatah tersenyum padanya. Lamunannya semakin menjadi hingga ada suara klakson yang bersahutan membangunkannya dari lamunan.

“WOOOYY!!! JALAN!!!” Para pengemudi di belakang mobil Dinda marah karena saat lampu hijau menyala, Dinda tak kunjung menjalankan mobilnya. Dinda panik dan segera tancap gas.

Di parkiran toko buku..

Dinda menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Tubuhnya ia hempaskan ke sandaran jok mobil. Ia heran, sebelumnya tak pernah merasa seberbunga ini. Inikah yang namanya cinta pada pandangan pertama?

Tiba-tiba Dinda kaget mendapati Fatah sedang berdiri di samping mobilnya, menatapnya dengan lembut. Fatah bercahaya, membuat Dinda lupa kalau hari sudah malam. Betapa senangnya ia dapat bertemu kembali dengan Fatah secepat ini. Tetapi, bukankah tadi Fatah bilang masih ada urusan di kantor? Ia menatap pria itu dalam-dalam diakhiri dengan istighfar. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat hingga suara ketukan di jendela mobil terdengar olehnya. Continue reading

Sebulan Bersama Kecoa, Cacing, Tikus, dan…Kuburan!

KKN MBS

Empat tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 2009, saya bersama teman-teman dari jurusan dan fakultas yang berbeda-beda tergabung dalam satu kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN). Kami ditugaskan di salah satu  sekolah dasar di daerah Cimahi. Bukan untuk menjadi guru, melainkan untuk mendata hampir seluruh administrasi sekolah, serta memunculkan ide-ide kreatif yang mungkin kami sumbangkan untuk sekolah tersebut.

Berhubung letak sekolah cukup jauh dari tempat tinggal kami masing-masing, maka kami membutuhkan satu tempat tinggal yang dekat dengan lokasi sekolah tersebut. Awalnya kami mempercayakan pada dua orang dari kami untuk mencari tempat tinggal yang layak untuk kami. Tidak perlu waktu yang lama, kedua teman kami itu berhasil menemukan rumah yang bisa kami tinggali kurang lebih 40 hari. Bagusnya lagi, rumah untuk laki-laki dan perempuan terpisah, namun saling berdekatan. Biaya sewa rumahnya pun terbilang murah. Awal yang bagus, saya pikir.

Di antara teman-teman yang lain, sayalah yang membutuhkan perbekalan dan segala perlengkapan yang lebih banyak. Jadi, saya putuskan untuk mengangkut barang-barang saya lebih dulu agar bisa diantar oleh keluarga saya. Saya pun diberi alamat rumah yang lengkap dan mencarinya dengan semangat. Saya penasaran, seperti apa rumah yang akan saya tempati.

Ternyata rumah tersebut tidak terletak di pinggir jalan. Saya harus memasuki sebuah gang terlebih dahulu dan rumah tersebut terletak di belakang sebuah rumah yang cukup mewah. Setelah melalui jalanan yang lebih sempit di pinggiran rumah mewah itu, akhirnya saya menemukan sebuah rumah kecil yang ternyata masih milik keluarga yang menempati rumah mewah tadi. Pemilik rumah memberikan kuncinya pada saya. Bismillaah.. Saya pun membuka pintunya perlahan. Continue reading

Kapan-kapan

cartoon_of_a_stick_figure_asian_girl_welcoming_with_her_arms_out_0515-1001-2620-2509_SMU
Sumber Gambar

Hari ini, sepulang kerja, saya menemukan hal yang unik dan lucu di dalam angkot. Seorang anak balita duduk di sebelah kanan saya, sedangkan ibunya duduk tepat di depan saya. Anak yang berkulit putih dan berbadan gemuk ini amat menggemaskan, sehingga mata saya sulit berpaling darinya. Pipinya yang tembem alias cabi membuat tangan saya geregetan, ingin sekali saya memegangnya. Lucu. 😀

Jalanan Jakarta Timur di sekitar Kramatjati di malam minggu  ini sangat padat. Perbaikan jalan menambah kemacetan semakin menjadi. Saat angkot berada di depan sebuah supermarket ternama di Jakarta, anak perempuan yang menggemaskan ini mulai berceloteh pada ibunya. Continue reading