Keunikan Gedung KAA (Konferensi Asia Afrika)


Beberapa hari setelah pelaksanaan peringatan KAA ke-50 kemarin, saya mengunjungi gedung KAA. Selama di perjalanan, mulai dari Jalan Merdeka sampai tiba di gedung KAA, saya melihat banyak sekali perubahan, seperti yang telah dikatakan dan dituliskan di banyak surat kabar atau media komunikasi lainnya. Jauh sebelum pelaksanaan peringatan tersebut, saya pernah mengunjungi gedung KAA. Awalnya, saya pikir mungkin hanya ada sedikit perubahan di sana. Ternyata, setelah ditelusuri perubahan yang terjadi sangat luar biasa.

“Serasa berada di luar negri.”

Itu yang saya rasakan ketika malihat banyak sekali tanaman yang tumbuh dengan suburnya dan ditata dengan indahnya, serta jalan raya yang sangat bersih dan udara sejuk yang menenangkan hati. Di setiap perempatan jalan, saya melihat taman kota yang begitu indah sehingga dapat membuat saya tersenyum dan terkagum-kagum melihatnya. Hal ini juga dilengkapi dengan banyaknya bangunan tua bernuansakan negri Belanda yang semakin membuat diri tidak percaya bahwa ini adalah kota kita, kota Bandung.

Akhirnya, saya sampai di tempat tujuan dengan membawa rasa puas setelah disambut dengan keindahan kota yang luar biasa. Saya mulai memasuki gedung KAA melalui pintu belakang. Pada saat itu pengunjung tidak begitu banyak. Gedung tersebut berlorong-lorong sehingga membuat saya bingung. Ketika saya mencoba mencari pintu masuk ke ruangan utama dan museum, saya menemukan sebuah pintu. Semula saya mengira itu adalah pintu menuju tempat yang saya tuju. Ternyata setelah melihat papan tulisan, itu adalah pintu masuk menuju toilet. Hampir semua pintu bergaya sama. Sangat membingungkan. Akhirnya, dengan bantuan petugas, saya pun berhasil menemukan dan memasuki ruangan utama tempat dilaksanakannya KAA. Begitu menakjubkan. Bisa dibilang ruangan itu tampak lebih cerah dari sebelumnya.

Rupanya panitia daerah telah mengubah beberapa bagian dalam ruangan itu. Mereka telah mengganti lampu-lampu, mengecat ulang dinding ruangan, serta memperbaharui hampir seluruh kursi, kecuali kursi-kursi yang diduduki para delegasi dan tamu utama KAA. “Beberapa kursi kami bedakan ukurannya, karena pada tahun-tahun sebelumnya pernah ada kejadian salah satu delegasi dari Afrika terjepit akibat ukuran kursi yang terlalu kecil baginya,” ujar Pak Yuda selaku petugas di sana.
Kedatangan delegasi-delegasi dari berbagai negara Asia Afrika ke gedung KAA pada tanggal 24 April 2005 lalu hanya untuk mengenang. Kegiatan utamanya dilakukan di Jakarta tanggal 18 s.d. 23 April 2005. Acara ini dihadiri oleh delegasi dari seratus tujuh negara Asia Afrika. Tidak hanya dari Asia Afrika, tetapi dari benua lain pun ada, diantaranya dari Amerika, Jerman, dan Inggris yang hadir sebagai peninjau. Tak lupa Sekjen PBB Kofi Annan pun ikut menghadiri acara ini. Adapun peranan para pelajar, diantaranya ikut serta dalam kepanitiaan, sebagai pengibar bendera, ataupun pendamping delegasi yang menjadi kebanggaan kita bersama.

“Kami mempersiapkan semua ini, khususnya di dalam gedung, kurang lebih empat bulan sebelum peringatan KAA ke-50 kemarin berlangsung dan kami memperindah serta memperbaharui keadaan di dalam gedung seminimal mungkin agar keasliannya tidak hilang,” tutur Pak Asep Dani yang juga sebagai petugas di sana.

Ada satu hal yang baru dalam peringatan KAA kemarin dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebuah GOONG PERSAHABATAN. Goong ini berukuran lebih besar dari ukuran goong yang biasanya. “Goong ini sangat luar biasa beratnya,” tutur Pak Yuda kembali. Benda ini terbuat dari kuningan dan dirancang hanya sebagai simbol, tidak untuk dibunyikan.

Pada goong itu tampak gambar seratus tujuh bendera negara anggota KAA yang melambangkan persahabatan di antara mereka. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ali Sastroamidjojo pada tahun 1955, “Semoga kita terus berada di jalan yang telah kita tempuh bersama, dan semoga Konferensi Bandung tetap menjadi mercu suar bagi masa depan kemajuan Asia Afrika.”

Goong yang dibuat oleh orang Jawa Tengah ini menghabiskan biaya kurang lebih mendekati satu Milyar Rupiah. Dengan adanya goong ini, penghasilan para pekerja kamera amatiran menjadi bertambah tiga kali lipat. Sudah ada ribuan pengunjung yang berfoto di depan goong itu.

Setelah merasa puas di ruangan utama, saya memasuki ruangan lain, yaitu sebuah museum yang didirikan pada tahun 1980 bertepatan dengan tahun perak KAA (peringatan KAA ke-25) dan diresmikan oleh presiden Indonesia saat itu, Bapak Soeharto. Museum ini berisikan gambar dan foto-foto pada saat berlangsungnya KAA tahun 1955, serta alat-alat yang digunakan pada saat itu, seperti kamera, lampu penerang, mesin tik, dan benda-benda lainnya. Selain itu juga banyak koran-koran zaman dulu, salah satunya bergambar pesawat Kashmir Princess yang membawa delapan orang delegasi tenggelam di Kep. Natuna dalam perjalanan ke gedung KAA tahun 1955.

Seperti di ruangan utama, di dalam museum ini juga saya melihat beberapa perubahan, diantaranya penataan tempat dan lantai yang semula hanya lantai biasa, kini terbuat dari marmer. Semua perubahan di gedung ini dikerjakan oleh PT Wika. Keseluruhan persiapan peringatan KAA ke-50 ini menghabiskan biaya kurang lebih senilai 25 Milyar Rupiah. Sungguh suatu perubahan yang sangat mahal.

Petugas gedung KAA mengatakan bahwa untuk ke depannya, mereka akan terus menjaga dan memelihara gedung KAA agar tetap bersih dan indah. Kita juga harus melakukan hal yang sama di lingkungan sekitar kita agar semuanya terlihat lebih indah.

Perlu diketahui bahwa beberapa hari yang lalu gedung KAA sudah mulai dibuka untuk umum. Untuk hari Senin – Jumat GRATIS, tidak dipungut biaya. Hari Sabtu dan Minggu, gedung tersebut ditutup. Jadi, bagi anda yang penasaran, bisa langsung mengunjungi gedung KAA dan melihat keadaan di sana. Dengan begitu, anda akan mengatakan bahwa gedung KAA dan sekitarnya telah berubah.

My words:

Tulisan di atas adalah berita yang saya kemas dalam bentuk features dan ditulis pada tanggal 16 Mei 2005. Pada saat itu, berita ini sangatlah aktual. Tulisan ini berawal dari keisengan saya bertanya-tanya pada para petugas (bahasa kerennya: wawancara :D). Dari situ, saya berinisiatif untuk membuatnya menjadi sebuah karya tulis. Setelah jadi, saya meminta guru Bahasa Indonesia saya di sekolah untuk mengeditnya. Awalnya, saya ingin sekali mengirimkan tulisan saya ini ke salah satu surat kabar (koran) di Bandung. Namun, segalanya siap setelah lebih dari satu minggu saya melakukan wawancara. Akhirnya, saya merasa tidak percaya diri. Saya takut tulisan saya ini sudah tidak aktual lagi. Jadilah tulisan ini hanya sebagai penghias di buku tulis saya selama bertahun-tahun sampai akhirnya saya membaginya di blog tersayang ini. Walaupun sudah tidak update lagi, mudah-mudahan tetap bisa menambah wawasan teman-teman, khususnya yang belum pernah berkunjung ke gedung KAA. Terima kasih sudah mau membaca tulisan saya ini, karena itulah yang saya harapkan enam tahun yang lalu, yaitu tulisan saya bisa bermanfaat bagi banyak orang. 🙂

Sumber Gambar :

http://gegegonzales.blogspot.com/2009/11/museum-konferensi-asia-afrika.html

Leave a comment